KisahMuallaf.com – “Saya berkencan dengan seorang pria asal Pakistan, itu jadi kali pertama saya mengenal Islam. Dia adalah tunangan saya,” ujar Maria mengawali kisahnya saat mengenal Islam.
Namun bukan karena pria itu, Maria memeluk Islam. Ia benar-benar tertarik pada agama rahmatan lil alamin ini. Buktinya, ia justru mantap untuk memeluk agama Islam setelah tunangannya meninggal. “Ketika dia mengunjungi saya di Arizona, dia tewas dalam kecelakaan,” ujar Maria dengan raut penuh duka.
Sebelum mengenal pria itu dalam hidupnya, Maria merupakan seorang atheis. Ia sangat tak percaya akan eksistensi Tuhan. Agama merupakan hal asing, keimanan sangat jauh dari hatinya. Seperti halnya Maria, orang tuanya pun berpaham atheis. Dengan paham tersebut, mereka membesarkan Maria.
“Saya dibesarkan dengan apa yang orang tua saya ajarkan, jadi saya benar-benar tidak percaya akan Tuhan. Saya benar-benar tidak percaya pada agama apapun itu,” tutur Maria dalam acara “They Chose Islam” The Algerian TV via youtube.
Orang tua Maria berasal dari Afrika Selatan yang kemudian bermigrasi ke Boulder, Colorado AS. Adapun Maria lahir dan dibesarkan di Colorado. Acapkali membicarakan tentang agama, keluarga Maria selalu memandangnya negatif. Tak heran jika Maria tumbuh besar dengan sikap anti agama.
“Sebelumnya, saya benar-benar melihat agama bukanlah hal yang baik. Saya pikir agama adalah sesuatu yang menyebabkan banyak masalah, seperti perang di dunia dan segala sesuatu,” ujarnya.
Pandangan negatif Maria pada agama berubah sudah setelah ia mengenal seorang pria asal Pakistan. Pria itu adalah tunangannya dan ia beragama Islam. “Saya berkencan dengan pria Pakistan dan itu jadi kali pertama saya mengenal Islam. Ia seorang yang baik hati. Mungkin karena ia seorang Muslim, ia benar-benar baik hati,” kisah Maria mengenang.
Sifat baik hati si pria-lah yang pertama kali memesona Maria. Pada pertemuan pertama, Maria sama sekali tak menyangka pria yang ia cintai tersebut merupakan seorang religius. “Ketika saya bertemu tunangan saya, kita tak pernah berbicara tentang agama”.
“Saya tidak memandangnya sebagai seorang muslim atau seorang religius. Saya rasa hanya menganggapnya sebagai seorang yang mulia nan baik hati. Dia adalah salah satu orang yang sangat baik yang pernah kukenal. Ia memiliki karakter yang baik dan bersikap baik pada semua orang,” kenang Maria.
Tunangannya pun kemudian membuka pintu bagi Maria mempelajari agama Islam. Ia yang anti agama justru merasa penasaran dengan agama pasangannya. Maria seringkali berdiskusi tentang Islam dengan pasangannya.
Fakta-fakta tentang Islam pun kemudian dikumpulkan Maria tak hanya dari tunangannya, tapi juga dari muslimin lain yang dikenalnya. Ia bahkan membeli Al-Quran terjemahan bahasa Inggris kemudian rutin membacanya. “Saya lebih terbuka untuk belajar tentang Islam dan tidak berfikir bahwa hal itu adalah negatif,” kata Maria.
Pada awalnya, Maria berfikir sifat baik pasangannya memang sudah menjadi tabiatnya. Namun setelah mempelajari Islam, ia mulai tahu bahwa sikap baik tunangannya karena menerapkan ajaran Islam. Maria terus berfikir hingga menyadari Islam lah yang membuat pria belahan jiwanya itu memiliki kualitas sifat yang sedemikian luar biasa baik.
Meski demikian, Maria belum memutuskan untuk memeluk Islam meski telah mempelajarinya. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Kemantapan hati untuk berislam aru dirasakan Maria setelah mengalami peristiwa yang mengejutkan dan menyadihkan. Tunangannya meninggal akibat kecelakaan.
Maria menceritakan, saat itu ia tengah bersekolah di Arizona. Tunangannya bermaksud mengunjunginya ke Arizona. Mengendarai mobil dari Boulder ke Arizona, pria baik hati tersebut mengalami kecelakaan hingga menewaskannya. Perginya sang tunangan rupanya membuat Maria tahu makna kehidupan.
“Itu adalah pengalaman pertama saya tentang kematian dan itulah yang benar-benar mengilhami saya untuk melihat lebih dekat tentang Islam karena saya berfikir, ada sesuatu yang lebih penting baginya dari sekedar kematian yang seperti ini dengan sebuah alasan ataupun meski tanpa alasan, terdapat sesuatu seperti sebuah kekuatan yang lebih besar yang mendiktenya,” tuturnya.
Dua bulan pasca kematian sang tunangan, Maria makin rajin membaca buku-buku keislaman. Hingga suatu hari, ia membuka Al-Qur’an yang menjawab segala keraguannya dan menjawab segala hikmah dibalik peristiwa yang menimpanya. Segala hal menjadi masuk akal bagi Maria. Segala hal tentang dirinya dan peristiwa menyedihkan yang menimpanya diyakininya sebagai sebuah kebenaran. Sejak itulah, akhirnya Maria memutuskan untuk bersyahadat.
Keputusan berislam kemudian disampaikan Maria kepada teman-temannya yang muslim. Mereka pun menyarankan agar Maria menemui seorang ulama di Denver. “Saya pun berbicara dengan syaikh di Denver. Ia memastikan bahwa apa yang akan saya lakukan adalah benar-benar apa yang saya inginkan. Dia ingin memastikan bahwa saya melakukannya bukan karena seseorang, bukan karena tunangan saya. Kami membicarakan hal ini dan saya mengatakan bahwa ini untuk diriku sendiri,” cerita Maria.
Maria pun kemudian bersyahadat dihadapan syaikh dengan dua orang teman sebagai saksi. Setelah memeluk Islam, Maria semakin banyak memiliki teman terutama dari kalangan muslim. Ia pun bersyukur dapat mengenal tunangannya. Karena melalui pria itulah hidayah datang pada Maria.
“Saya kira jika saya tidak bertemu dengan tunangan saya, saya tidak mungkin belajar tentang Islam seperti yang saya lakukan. Saya tidak mungkin membuat keputusan untuk memeluk agama Islam seperti yang saya lakukan. Saya pikir, kematiannya membawa saya pada keputusan yang tegas untuk berislam,” tuturnya bersyukur.
Selain itu, memeluk Islam membuat Maria merasakan lahir kembali sebagai seorang yang bersih. Ia merasa lahir kembali sebagai sosok yang berbeda. Segala hal buruk yang pernah ia lakukan serasa dihapus setelah memeluk agama rahmatan lil alamin ini.
Mengenai tunangannya, Maria tentu sangat merindukannya. Seringkali ia berfikir tentang pernikahan, namun ia khawatir tak dapat menemukan sosok yang tepat, sebaik tunangannya yang telah membawakannya hidayah. Ia tak berkeinginan untuk berkencan. Namun Maria berharap dapat memperoleh pasangan muslim.
Setelah menjadi muslimah, Maria tentu harus menghadapi keluarganya yang atheis. Awalnya, mereka tak menganggap kelutusan Maria sebagai hal yang serius. Hingga ketika bulan Ramadhan tiba, keduanya baru melihat kesungguhan Maria berislam. Mereka kagum dengan tekad putri mereka untuk menjalankan ibadah puasa meski sangat berat.
“Saya tidak pernah benar-benar berbicara banyak tentang keislaman saya pada orang tua karena saya tahu mereka tidak benar-benar tertarik pada agama. Saya pikir, mereka menyadarinya pertama kali bahwa saya serius berislam ketika bulan Ramadhan lalu. Aku berpuasa sepanjang bulan. Itu adalah Ramadhan pertama saya dan itu benar-benar sangat sulit. Tapi saya melakukannya dan mereka menyadari, ‘woah, dia serius’. Mereka baru menyadari bahwa saya sangat serius,” kisah Maria.
Melihat kesungguhan putrinya, kedua orang tua Maria pun akhirnya menerima keputusannya berislam. Sikap keduanya pun kemudian berubah. Islamnya Maria membuat keduanya tak lagi khawatir akan putrinya. Mereka yakin putrinya berubah setelah berislam. Maria dianggap lebih dapat dipercaya dan tak akan melakukan hal-hal bodoh meski ditinggal sendirian di rumah. Maria berperilaku baik setelah memeluk agama Islam.
Selain orang tua, tantangan lain juga dihadapi Maria ketika memutuskan untuk berhijab. Meski ia bukanlah wanita satu-satunya yang mengenakan jilbab di AS, namun Maria merasa sangat asing dan terkucil. “Ketika pertama kali mengenakan jilbab, itu sangat sulit. Setiap orang menatapku. Ada gadis-gadis lain disini yang mengenaka hijab, tapi saya merasa saya lah satu-satunya gadis Amerika yang mengenakan jilbab,” akunya.
Meski demikian, hal tersebut tudaklah mengurungkan niatnya menutup aurat. Ia pun kemudian justru merasa bangga karena dapat berjilbab sebagai kaum minoritas. Ia pun kini merasa jilbab adalah bagian dari dirinya sehingga tak akan mungkin dilepas. Maria merasa lebih baik tentang dirinya setelah memakai jilbab.
www.kisahmuallaf.com