Diposkan oleh Admin

JULAIBIB. “la Bagian Dariku…dan Aku Bagian Darinya…”

imagesJULAIBIB. Namanya singkat. Tubuhnya pendek. Wajahnya jelek. Begitu sejarah mengabarkannya. Bukan orang penting. Kehadirannya maupun kealpaannya di tengah-tengah majelis para sahabat tidak terlalu berarti. Sama saja. Bila dirinya hadir di sebuah tempat, maka tak ada yang membutuhkannya. Dan bila alpa, maka tak ada seorangpun yang menanyakan tentangnya. Tidak banyak juga kitab-kitab Tarikh (sejarah) yang mengukir namanya di atas setiap lembarannya.

Namun ia adalah sahabat Rasulullah n dari golongan Anshar. Karena itulah di belakang namanya ada tambahan al-Anshari. “Apakah kamu mau menikah?” tanya Rasulullah SAW kepadanya suatu saat. “Aku tidak punya apa-apa wahai Rasulullah. Bagaimana mungkin bisa menikah ?” jawabnya dengan penuh santun dan ta’dzim kepada nabi.

Tiba-tiba lewat salah seorang sahabat Anshar yang lainnya. Rasulullah pun segera memanggilnya dan bertanya kepadanya, “Apakah kamu hendak menikahkan putrimu?” “Siapakah yang tidak mau menikahkan putrinya dengan orang semulia engkau wahai Rasulullah?” jawabnya dengan senang hati. “Bukan untukku. Tapi untuk Julaibib.”

Lelaki Anshar itu terkejut. Wajah bungah dan sumringah tiba-tiba berubah padam. Nampak raut kekecewaan. “Sebentar Rasulullah, aku akan membica-rakannya dulu dengan istriku.”

“Julaibib, orang biasa itu?! Bagaimana mungkin kita menikahkan putri kita dengan orang seperti itu, padahal kita sudah beberapa kali menolak lamaran orang-orang yang memiliki harta dan nasab lebih mulia darinya!” tanggap istrinya. Ternyata anak perempuannya yang dimaksud itu sedang mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya, bahwasanya Rasulullah telah melamarnya untuk Julaibib. Melihat reaksi kedua orang tuanya yang tidak setuju, tiba-tiba ia keluar menemui mereka, lalu membaca firman Allah ;



al-ahzab-36

36. Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab 36)


Lantas anak perempuan itu melanjutkan, “Aku ridha dan aku menerima apa yang telah Rasulullah ridhai dan pilihkan untukku.” Subhanallah! Keputusan besar, yang hanya akan diambil oleh orang-orang yang berjiwa besar dan berorientasi surga. Rasulullah pun lantas mendoakannya, “Ya Allah, curahkanlah segala kebaikan kepadanya, dan jangan Engkau jadikan urusan hidupnya sulit.” Setelah Julaibib menikah dengan wanita pilihan Rasulultah itu, maka mereka berubah menjadi orang golongan Anshar.

Julaibib, orang yang dulunya sangat tidak berada. Dirinya tak pernah mengira akan mendapatkan wanita jelita sekaligus dikaruniai Allah limpahan harta. Di tengah-tengah menikmati itu semua, hidup bersama anak-anak yang lucu dan istrinya yang tercinta, juga berada dalam limpahan kecukupan kebutuhan dunia, setelah sebelumnya tidak punya apa-apa, tiba-tiba ada panggilan jihad dari Rasulullah SAW.

Mungkin hati bisa menjadi bimbang, lantaran harus memilih salah satu dari keduanya. Menikmati sisa kehidupan bersama keluarganya, atau ikut berjihad bersama Rasulullah. Sama-sama berat untuk ditinggalkan. Sama-sama disuka oleh jiwa. Sama-sama diminati oleh hati. Namun bagaimanapun juga, mau tidak mau, dirinya harus memilih salah satu dari keduanya. Jihad ? Bersenang-senang dengan harta dan keluarga ?

Panggilan Rasulullah pun lebih ia utamakan. Berperang di jalan Allah, untuk membela Islam. Itupilihannya ketika itu.

Dari Abu Barzah al-Aslami, bahwasanya Rasulullah SAW berkata setelah peperangan selesai, “Apakah kalian kehilangan teman kalian?”

“Demi Allah ! Aku kehilangan temanku si fulan !” jawab salah seorang sahabat. “Aku juga kehilangan sahabatku Fulan!” sahut yang lainnya. “Aku juga! Aku juga! Aku juga!” mereka semua saling bersahut-sahutan menyebutkan teman-teman mereka masing-masing yang meninggal dalam pertempuran yang baru saja usai. Julaibib tidak berada dalam barisan orang-orang yang sedang berkumpul itu. Namun tak seorangpun yang merasa kehilangan sosok Julaibib.

“Tapi aku kehilangan Julaibib.” kata Rasulullah sedih. Semua sahabat pun tertegun, lantas mereka mencari-cari dimana jasad Julaibib berada. Sosok Julaibib itu terbaring tak bernyawa dengan lumuran darah di tengah-tengah tujuh jasad musuh-musuhnya. Ya, seorang Julaibib telah membunuh ke tujuh orang yang jasad-jasadnya tergeletak di sekelilingnya, baru setelah itu dirinya terbunuh sebagai syuhada’.

Setelah Rasulullah diberi tahu tentangnya, beliaupun segera menghampirinya dan berkata, “Dia telah membunuh tujuh orang lawannya, lalu dia terbunuh. la adalah bagian dariku, dan aku bagian darinya.” Rasulullah n mengulangi kata-katanya itu sebanyak dua atau tiga kali. Julaibib, sosok sederhana namun memiliki tempat yang khusus di hati Rasulullah SAW. Sosok yang apa adanya. Polos. Tidak memburu ketenaran. Hidupnya mengalir begitu saja tanpa melawan takdir Allah SWT. Ketika dua kenikmatan, antara kenikmatan dunia dan kenikmatan menemani Rasulullah SAW dalam berjihad untuk meraih gelar syuhada’, dihadapkan kepadanya, ia lebih memilih kenikmatan yang kedua. Meskipun jiwa yang dipertahankan untuk meraihnya.

Gemerlap dunia yang sudah berada dalam genggaman tangannya tak merubah orientasi hidupnya yang agung, yaitu berbekal untuk kebahagiaan di kampung akhirat. Julaibib yang sekarang masih seperti Julaibib yang dulu.

Dulu ketika belum menikah, masih fakir, keberadaannya dalam majelis adalah sama dengan kealpaannya di mata orang-orang. la ada dan ia alpa adalah sama saja. Jika alpa tak ada yang mencari. Dan ketika harta sudah dipunya pun juga masih sama seperti dulu. Dirinya meninggal di medan pertempuran tak ada orang yang menanyakan keadaannya, tak ada yang merasa kehilangan dirinya. Namun kalimat yang terucap dari lisan Rasulullah SAW tentang dirinya, ketika jiwanya sudah tak lagi menyatu dengan raga itu sudah cukup mewakili segalanya. Kalimat Rasulullah SAW itu adalah bukti bahwa Julaibib memang bukanlah orang sembarangan. la adalah orang luar biasa, meski tampilannya sederhana. “la Bagian Dariku…dan Aku Bagian Darinya…”


(Sumber :  www Ghoibruqyah.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *