Padang pasir tandus yang menghubungkan kota Makkah dan Madinah sungguh banyak menyimpan kisah hikmah yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Padang pasir tandus ini menjadi saksi perjalanan Hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, padang pasir tandus itu juga menjadi saksi beberapa kali peperangan antara kaum Muslimin dengan kaum kafir Quraisy di Badar, bukit Uhud dan lain lainnya. Padang pasir yang kering dan tandus itu juga menjadi saksi perjalanan Rasulullah dari Madinah ke Makkah, untuk menaklukan kota Mekkah dan membersihkan Ka’bah dari berbagai berhala yang disembah kaum Kafir Quraisy.

 


Dipadang pasir yang kering dan tandus antara Makkah dan Madinah itu pulalah berdiamlah sepasang suami istri Abu Amir dan Ummu Habib disebuah kemah yang sudah tua dan lusuh. Sepasang suami istri itu hidup dalam sebuah kehidupan yang lebih banyak susah daripada senangnya, lebih banyak keras daripada lembutnya. Mereka menggembalakan beberapa ekor kambing milik mereka sendiri pada sebuah padang rumput yang terletak didekat kemah tersebut. Mereka mengeluarkan kambing kambing mereka tatkala matahari sudah agak tinggi dan membawa kembali kambing mereka kekandangnya ketika malam mulai menjelang.

Mereka sudah merasa puas dengan rezeki yang mereka dapat dari hasil menggembalakan kambing tersebut. Mereka tidak punya penghasilan lain selain apa yang mereka dapat dari kambing tersebut. Mereka menjual kambing yang lahir, memerah susu dan menjual kain bulu dari kambing yang disembelih kepada kafilah yang lalu lalang antara Makkah dan Madinah. Apabila bumi disekitar mereka kering dan tidak berumput, mereka terpaksa pindah ketempat lain yang mempunyai rumput untuk menggembalakan ternaknya. Demikianlah keadaan mereka seterusnya, namun mereka selalu berusaha untuk tetap tinggal pada jalur yang biasa dilalui para kafilah agar mereka tetap selalu berhubungan dengan kafilah tersebut.

Mereka bermukim dengan keadaan seperti itu selama bertahun tahun, mulai dari masa muda, setengah baya, hingga umur mereka sudah sama-sama tua. Ketuaan tidaklah membuat mereka menjadi lamban dan lemah, mereka tetap bersemangat menjalani kehidupan ini. Mereka bekerja mengarungi kehidupan ini dengan gembira dan optimis.Bertahun tahun mereka lalui dengan aman dan tenteram , sampai pada satu ketika terjadilah bencana yang tidak pernah mereka bayangkan. Satu persatu kambing mereka mati akibat penyakit yang menyerang. Tidak adalagi kambing yang tersisa selain seekor kambing kurus yang akan diambil susunya.

Pada suatu malam Abu Amir duduk bersama istrinya berbincang bincang diatas tumpukan pasir yang bersih, sementara bulan purnama memancarkan sinarnya yang lembut. Mereka asyik berbincang tentang berbagai hal hingga larut malam, dan mereka tertidur karena kelelahan . Keesokan harinya Abu Amir bangun lebih cepat dari biasa, seakan akan menyimpan rencana yang tidak dikatakan kepada istrinya. Ketika Ummi Habib bangun ia tidak menemukan lagi suaminya, karena telah pergi pagi sekali tanpa membangunkan istrinya. Ummu Habib hanya menyangka bahwa suaminya tidak membangunkannya mungkin karena kasihan padanya dan untuk menjaga waktu istirahatnya karena akan bekerja siang nanti.

Setelah bangun, Ummu Habib segera melakukan pekerjaan rutinnya, yaitu memerah susu. Setelah membersihkan kemah , halaman serta lingkungan sekitarnya, ia duduk menanti kedatangan suaminya. Akan tetapi hingga menjelang siang hari, suaminya belum juga datang. Ummu Habib mengarahkan pandangannya dengan seksama keseluruh penjuru padang pasir yang luas itu untuk mencari suaminya. Namun suaminya tidak juga tampak.

 


 

Tiba tiba ia melihat debu tebal yang mengudara dari arah Madinah, serupa dengan debu para kafilah yang biasa lalu lalang. Tidak lama kemudian dari debu itu terlihat rombongan kafilah jamaah haji yang akan menuju Makkah. Dia yakin suaminya tentu telah mengetahui akan kedatangan kafilah itu, dan dia pergi untuk menyongsong kafilah tersebut hinga ia mendapatkan rezeki dari kafilah itu. Rombongan kafilah itu telah berlalu, namun suaminya bu Umar belum juga kembali. Kecemasan dan keraguan mulai menghantui Ummu Habib, ia duduk termenung dengan hati yang risau dan gelisah. Ia terus memandang sekeliling padang pasir yang tandus itu, dengan harapan ia akan dapat melihat suaminya datang. Kecemasan dan keraguan mulai menghantui dirinya, ia duduk termenung dengan hati yang risau, tidak tahu apa yang akan diperbuat.

Dalam keadaan yang seperti itu pada waktu zuhur, tiba tiba muncul tiga orang pemuda dihadapannya, ia tidak tahu dari mana pemuda itu datang karena ia sedang asik melamun memikirkan suaminya. Ketiga pemuda itu bertanya tentang kafilah yang baru saja lewat, Ummu Habib memandang ketiga pemuda itu seakan akan mencari mungkin suaminya ada diantara ketiga pemuda itu. Ia menjawab:” Jadi kalian ingin bertanya tentang kafilah yang baru lewat? Ya aku melihatnya lewat pada waktu dhuha tadi, apa keperluan kalian dengan kafilah itu?” . Mereka menjawab:” Itu adalah kafilah kami, karena sesuatu hal kami tertinggal dari rombongan kami itu. Pada kafilah itu terdapat barang barang kami, sekarang kami tidak mempunyai bekal apapun”

Ummu Habib berkata:” Menurutku jarak kalian dengan mereka sudah cukup jauh, kalian tidak akan dapat menemui mereka, kecuali jika rombongan itu beristirahat dan berhenti disuatu tempat (ia menyebutkan nama tempat tersebut). Apabila kalian berjalan dengan cepat maka kalian akan berhasil menyusul mereka”. Mereka berdiam sejenak karena bingung, mereka saling berbisik. Salah seorang dari mereka menghadap Ummu Habib dan berkata:” Wahai hamba Allah, apakah kmu mempunyai air susu untuk kami minum? Kami sangat haus”. Ummu Habib menjawab:” Silahkan kalian peras susu kambing ini danj minumlah”

Kemudian mereka memerah dan meminumnya, setelah itu salah seorang dari mereka berkata:” Apakah kamu juga mempunyai makanan? Kami sangat lapar” . Ummu Habib menjawab:” Kami tidak mempunyai apa apa kecuali seekor kambing ini, hendaklah salah seorang dari kalian menyembelihnya, aku akan menyiapkan kayu untuk memasak”. Salah seorang dari mereka kemudian memyembelih kambing satu satunya milik Ummu Habib. Selanjutnya Ummu Habib menyiapkan makanan untuk ketiga tamunya itu, dan merekapun makan hingga kenyang. Mereka beristirahat sebentar mendinginkan badan mereka. Ketika akan berangkat salah seorang mereka berkata:” Kami adalah beberapa orang dari suku Quraisy yang akan menunaikan ibadah haji, kembali dari Mekkah insya Allah kami akan singgah kembali ditempat ini, mudah mjudahan kami bisa membalas kebaikanmu ini”. Kemudian mereka segra melanjutkan perjalanan dengan harapan dapat segera menyusul rombongan yang telah meninggalkan mereka.

Menjelang sore hari Abu Amir datang, wajah Ummu Habib berseri menyambut kedatangan suaminya. Ketika suaminya bertanya tentang kambing mereka , Ummu Habib menjawab: “Apa yang harus aku perbuat? Tadi siang ada tiga orang pemuda dari suku Quraisy yang lewat ditempat ini , sementara mereka dalam keadan haus dan lapar, aku memberi mereka minum dengan air susu kambing itu dan memberi mereka makan dengan dagingnya. Aku tidak dapat berbuata apa apa selain itu”. Abu Amir terkejut dan marah mendengar cerita istrinya itu:” Celaka engkau, wahai Ummu Habib, aku tidak pernah melihat perbuatanmu yang lebih bodoh dan dungu dari ini. Kambing itu satu satunya harapan kita untuk hidup dipadang pasir ini. Sekarang kambing itu telah tiada , kau serahkan kepada orang yang tidak jelas keadaanya”. Ummu Habib menjawab: “Aku yakin mereka adalah dari kalangan Quraisy yang terhormat, tidak ada penyesalan dihatiku telah menolong mereka, kelak Allah pasti akan membalas kebaikan kita jika dilakukan dengan ikhlas”. Abu Amir terdiam mendengar jawaban istrinya. Ummu Habib melajutkan :”Biarkanlah apa yang telah berlalu itu, hadapilah siang harimu yang tersisa dengan gembira, ceritakanlah padaku apa yang telah terjadi denganmu, semoga Allah membalas semua kebaikan kita”.

Abu Amir berkata:” Inilah yang aku lakukan hari ini”. Kemudian ia meletakan makanan yang telah didapatkannya. Lalu mereka berdua memakan makanan tersebut, dan menyimpannya sebagian untuk dimakan besok. Ketika pagi datang Abu Amir berkata:” Kita tidak mungkin tinggal terus ditempat ini wahai Ummu Habib, tidak ada lagi yang bisa kita jual bagi para kafilah yang lalu lalang ditempat ini, kita harus meninggalkan tempat ini, mudah mudahan Allah memberi kita rezeki”. Kemudian mereka berangkat mengarungi bumi yang luas tidak jelas kemana tujuannya, kadang ketimur, kadang kebarat, kadang keutara kadang keselatan, mereka tidak pernah berdiam disatu tempat. Mereka terus seperti itu dalam waktu hingga berbulan bulan. Sepanjang waktu tersebut mereka telah menemukan berbagai kekerasan hidup dan kesusahan yang berat. Akhirnya langkah kaki mereka membawa mereka kekota Madinah, untuk menyambung hidup, mereka bekerja mengumpulkan kotoran unta yang mereka jual untuk pupuk kandang. Demikianlah akhirnya mereka berdua terdampar dikota Madinah bekerja sebagai pengumpul kotoran unta.

Dikisahkan ketiga pemuda Quraisy yang pernah ditolong Ummu Habib telah selesai melaksanakan ibadah haji, dan mereka berniat untuk kembali ke Madinah. Dalam perjalanan kembali ke madinah mereka singgah ke tempat Ummu Habib dulu berkemah, namun mereka tidak menemukan Ummu Habib disitu. Mereka hanya menemukan bekas puing kemah Ummu Habib. Mereka tidak menyangka bahwa Ummu Habib akan pindah dari tempat itu, mereka ingin sekali membalas kebaikan Ummu Habib pada mereka bertiga. Sepanjang jalan mereka bertanya pada orang yang mereka temui mungkin mereka mengenal Ummu Habib, namun usaha mereka hanya sia sia. Mereka tidak mbisa menemui Ummu Habib. Mereka sampai kembali di kota Madinah dengan hati yang gundah karena tidak berhasil menemui Ummu Habib. Mereka berdoa didalam hati :”ya Allah jika wanita itu telah meninggal limpahkanlah rahmat kepadanya atas semua kebaikannya pada kami, namun jika mereka ia hidup pertemukanlah kami dengannya agar kami bisa membalas semua kebaikannya pada kami”.

Allah mengabulkan do’a ketiga pemuda tersebut sesuai firman-Nya dalam surat Al Mukmin ayat 60 :

 

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. “. ( Al Mukmin 60)

 

Ketiga pemuda itu adalah Hasan bin Ali binAbi Thalib, Husen bin Ali bin Abi Thalib cucu Rasulullah dan pamannya Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Pada suatu hari Hasan bin Ali bin Abi Thalib sedang berdiri digerbang kota Madinah , tiba tiba ia melihat Ummu Habib yang sedang mengumpulkan kotoran unta. Dari keadaannya terlihat wanita itu sangat letih dan lapar. Hasan bergegas menemui wanita itu dan menyapa:” Wahai hamba Allah apakah engkau masih mengenaliku?” . Ummu Habib memandang pemuda yang menyapanya itu, dengan ragu ia berkata:” Tidak, aku kira aku belum pernah bertemu denganmu sebelum ini”. Lalu hasan memperkenalkan diri:” Aku pernah menjadi tamumu beberapa bulan yang lalu”. Ummu Habib menjawab dengan heran:” Kapan pula engkau pernah menjadi tamuku” . Hasan menjawab :” Aku adalah salah seorang dari tiga pemuda yang pernah kau jamu dikemahmu beberapa bulan yang lalu sebelum musim haji”. . Ummu Habib memandang pemuda itu dan menjawab: ” Oh ya sekarang aku dapat mengingatnya “. Hasan bertanya :” Apa yang menyebabkan engkau berada disini dalam keadaan seperti ini?”. Ummu Habib menjawab:” Aku jadi begini sejak engkau dan dua temanmu itu meninggalkan kami, tidak adalagi yang dapat kami harapkan ditempat itu, kami terpaksa mencari penghidupan dikota”. Hasan mengajak Ummu Habib dan suaminya Abu Amir kerumahnya. Ia menjamu kedua suami istri itu layaknya tamu yang terhormat.

Setelah menjamu tamunya beberapa hari Hasan menghadiahkan Ummu Habib 100 ekor kambing dan uang sebanyak 1000 Dinar. Kemudian ia membawa Ummu Habib kepada saudaranya Husain, dan Husainpun memberi hadiah pula 100 ekor kambing dan uang 1000 dinar. Selanjutnya Hasan dan Husain membawa Ummu Habib kepada pamannya Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Pamannya itu bertanya pada Ummu Habib : ” Apakah yang telah diberikan keponakanku pada mu hai Ummu Habib”. Dia menjawab 200 ekor kambing dan 2000 dinar emas”. Abdullah berkata:” Seandainya engkau menerima pemberian yang pertama dari aku tentu akan memberatkan mereka berdua”. Kemudian Abdullah memerintahkan pembantunya untuk memberikan 200 ekor kambing dan uang 2000 dinar lagi kepada Ummu Habib. Dengan demikian Ummu Habib telah mendapatkan 400 ekor kambing dan 4000 dinar sebagai balasan atas kebaikan yang telah dilakukanya itu. Demikianlah Allah membalasi perbuatan baik seseorang dengan yang lebih banyak dari apa yang telah mereka lakukan sebagaimana firmannya dalam Qur’an yang agung :


Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

(An Nahl 97)

 

 

Selanjutnya Ummu Habib dan suaminya Abu Amir kembali dapat menikmati hidup yang layak sampai akhir hayatnya, demikianlah Allah memberikan balasan kepada orang yang berbuat kebaikan

Pelajaran yang dapat diambil :

  1. Ummu Habib menolong dan menjamu 3 orang musyafir yang sedang ditimpa haus dan lapar semata mata karena Allah. Ia tetap siap menolong orang lain walaupun dirinya juga dalam kesulitan , inilah pelaksanaan dari firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 134:

    (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran 134)

  2. Sepasang suami istri tersebut tidak pernah menyesali tindakan mereka menyembelih kambing yang menjadi satu satunya andalan mereka dalam mencari nafkah, mereka puas telah berbuat kebaikan, walaupun untuk itu mereka harus berkorban , meninggalkan tempat mereka berkemah, mengembara mencari nafkah, mereka selalu optimis menyongsong masa depan, mereka terus berusaha dan berharap pada Allah.

 

  1. Berkat kesabaran dan ketabahan mereka, Allah membalasi mereka dengan kebaikan yang yang berlimpah, sesuai janjinya dalam surat Ar Rahman ayat 60 dan An Nahl ayat 97

    Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). (Ar Rahman 60)

    Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An Nahl 97)

  2. Inilah kisah yang menjadi contoh dan teladan bagi kita ,karena itu tetaplah berbuat kebaikan dikala lapang dan sempit, Allah pasti akan membalasi dengan kebaikan yang berlimpah. Allah pasti membalasi orang yang sabar menempuh berbagai cobaan dan kesulitan dalam hidupnya dengan kebaikan yang tak terhingga. Allah sangat memperhatikan keadaan para hambaNya.

Sumber : “277 Kisah Para Shaliin” ( Majdi Muhammad Asy Syahawy)

One thought on “SRIKANDI PADANG PASIR”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *