Habib Munzir Al Musawwa

 Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Jauhilah oleh kalian perkara baru, karena sesuatu yang baru (di dalam agama) adalah bid’ah , kullu bid”ah dholalah” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi & Hakim)

bid'ah 1Jaman sekarang ini, tak jarang kita dengar, terutama dari beberapa kalangan anak muda khususnya mahasiswa ataupun pelajar-pelajar yang mengikuti rohis-rohis maupun kegiatan politik keislaman di sekolahnya, mengucapkan kata-kata bid’ah atau sesat kepada orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu seperti membaca surah Yasiin, ziarah kubur, maupun peringatan-peringatan keagaamaan seperti Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi SAW, Nuzulul Qur’an, Halal Bihalal, dan lain-lain. Sehingga sebagai orang tua, hendaknya kita berhati-hati dengan kegiatan-kegiatan anak-anak kita baik di sekolahnya maupun di kampus sekalipun itu keorganisasian atau kegiatan keagamaan islam. Orang tua tetap harus menjelaskan dan mengawasi anaknya sehingga tidak terpengaruh oleh paham mencaci, membid’ahkan, dan menyesatkan sembarangan semacam itu.

Nabi SAW memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah (Al qur’an dan As Sunnah), sebagaimana sabda beliau SAW berikut ini :

“Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim Bab Zakat dan Bab Al ‘Ilm). Demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Dhalalah.

Perhatikan hadits beliau SAW, bukankah beliau SAW menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas Islam, maka perbuatlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi SAW yang tidak mencekik ummat, beliau SAW tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal – hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan. Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman. Dan inilah makna ayat : “Alyauma akmaltu lakum dinukum .. (dst)” “hari ini KU-sempurnakan untuk kalian agama kalian, KU-sempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan KU-ridhai Islam sebagai agama kalian”. (QS. Al-Maidah : 3). Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan Rasul-Nya, alangkah sempurnanya Islam.

Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu kurang tepat, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat – ayat lain turun, masalah hutang dan lain-lain. Berkata Para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini, maka Musyrikin tidak lagi masuk Masjidil Haram, dan membuat kebiasaan baru yang baik boleh – boleh saja.

Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul SAW, atau menghalalkan apa – apa yang sudah diharamkan oleh Rasul SAW atau sebaliknya. Inilah makna hadits beliau SAW : “Barangsiapa yang membuat – buat hal baru yang berupa keburukan…(dst)”, inilah yang disebut Bid’ah Dhalalah.

Beliau SAW telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau SAW memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau SAW saja, dan beliau SAW telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid’ah Dhalalah).

Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits dibatas jelas – jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in seperti berikut ini:

“Bahwa Sungguh Zeyd bin Tsabit RA berkata : Abubakar RA mengutusku Ketika terjadi pembunuhan besar – besaran atas para sahabat (Ahlul Yamaamah), dan bersamanya Umar bin Khattab RA berkata Abubakar : “Sungguh Umar RA telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq RA) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah??, maka Umar berkata padaku bahwa “Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an!” berkata Zeyd: “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung – gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah SAW?”, maka Abubakar RA mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits No.4402 dan 6768).

Bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar Asshiddiq RA mengakui dengan ucapannya: “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya Alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah – pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dan lain-lain. Ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka RA berdualah yang memulainya.

Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah Hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan. Diriwayatkan bahwa Rasul SAW selepas melakukan shalat subuh beliau SAW menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir, maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan-akan ini adalah wasiat untuk perpisahan.., maka beri wasiatlah kami..” maka Rasul SAW bersabda, “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak Afrika, sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf (perbedaan pendapat), maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat – kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati – hatilah dengan hal – hal yang baru, sungguh kebanyakan yang Bid’ah (hal baru) itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits No.329).

Jelaslah bahwa Rasul SAW menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah Khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau SAW telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah sesuai dengan hadist pertama tadi. Dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar Asshiddiq dan Umar bin Khattab menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul SAW yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan RA, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib KW dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.

Sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar Asshiddiq RA di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab RA pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata, “Inilah sebaik – baik Bid’ah!” (Shahih Bukhari hadits No.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan RA hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama “Mushaf Utsmaniy”, dan Ali bin Abi Thalib KW menghadiri dan menyetujui hal itu dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.

Demikian pula hal yang dibuat – buat tanpa perintah Rasul SAW adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul SAW, tidak dimasa Khalifah Abubakar Asshiddiq RA, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman bn Affan RA, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873). Seluruh madzhab mengikutinya.

Lalu siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah? Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin (sahabat-shabat utama yang telah dijamin Rasul SAW masuk surga) ini tak faham makna Bid’ah? Tentu dengan batasan seperti yang telah disampaikan Rasul SAW dengan tidak melanggar Alqur’an dan Assunnah, lebih-lebih membuat syariat baru ataupun kemusyrikan.

Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bid’ah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bid’ah Dhalalah, dan Bid’ah Dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, mengkafirkan orang tua Rasul SAW, mengkafirkan dan memusyrikkan orang-orang muslim tanpa bukti, membuat teror dan kerusakan dimana-mana, menyatakan bahwa Allah bertempat, dan sebagainya semua itulah bid’ah dhalalah . Diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul SAW dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul SAW telah jelas – jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin. Bagaimana sunnah Rasul SAW?, beliau SAW membolehkan bid’ah hasanah, bagaimana sunnah khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan bid’ah hasanah, maka penolakkan atas hal inilah yang merupakan bid’ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul SAW.

Bila kita menafikan (meniadakan) adanya bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan kitab Alqur’an dan kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok agama Islam karena kedua kitab tersebut (Alqur’an dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah SAW untuk membukukannya dalam satu kitab masing – masing, melainkan hal itu merupakan ijma’ atau kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah SAW wafat.

Buku hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dll, inipun tak pernah ada dalil perintah Rasul SAW untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para Tabi’in mulai menulis hadits Rasul SAW dan memberikan klasifikasi hukum hadits menurut para periwayatnya. Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, Sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits. Ini semua adalah perbuatan bid’ah namun Bid’ah Hasanah yang kesemuanya itu adalah untuk ibadah kepada Allah SWT.

Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas Sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu disebut dalam Alqur’an bahwa mereka para sahabat itu diridhai Allah, namun tak ada dalam ayat atau hadits Rasul SAW memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya. Namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut dan seluruh Madzhab mengikutinya.

Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil hadits di atas, lalu muncul pula kini Alqur’an yang di kasetkan, di CD kan, program Alqur’an di handphone, Alqur’an yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah.

Bid’ah yang baik, yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya bid’ah hasanah di atas, maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Alqur’an, untuk selalu membaca Alqur’an, bahkan untuk menghafal Alqur’an, untuk mendekatkan diri dan mengingat Allah SWT, dan tidak ada yang memungkirinya.

Sekarang kalau kita menarik mundur ke belakang sejarah Islam, bila Alqur’an tidak dibukukan oleh para Sahabat RA, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?

Alqur’an masih bertebaran di tembok – tembok, di kulit onta, di hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu – ribu versi Alqur’an di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing – masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Alqur’an dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Alqur’an secara utuh dan dengan adanya bid’ah hasanah ini pula kita masih mengenal hadits – hadits Rasulullah SAW, maka jadilah Islam ini kokoh dan abadi. Jelaslah sudah sabda Rasul SAW yang telah membolehkannya, beliau SAW telah mengetahui dengan jelas bahwa hal – hal baru yang berupa kebaikan (Bid’ah Hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau SAW telah melarang hal – hal baru yang berupa keburukan (Bid’ah Dhalalah).

Saudara-saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan – ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Asshiddiq RA berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”. Lalu berkata pula Zeyd bin Haritsah RA : ”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah SAW??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun (Abubakar RA) meyakinkanku (Zeyd) “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua”.

Maka kuhimbau saudara – saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal – hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar Asshiddiq RA, hati Umar bin Khattab RA, hati Zeyd bin Haritsah RA, hati para sahabat yang telah dijamin oleh Rasul SAW akan masuk surga, yaitu hati yang dijernihkan Allah SWT.

Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah dan menganggapnya sebuah kesesatan atau kemusyrikan. Dan Rasul SAW sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham (yang maksudnya berpeganglah erat – erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka).

Semoga Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq RA, Umar bin Khattab RA, Utsman bin Affan RA, Ali bin Abi Thalib KW dan seluruh sahabat. aamiin

1. Pendapat Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii).

Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi 2, yaitu Bid’ah Mahmudah (terpuji) dan Bid’ah Madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

2. Pendapat Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah.

“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi SAW yang berbunyi : “seburuk – buruk permasalahan adalah hal yang baru, dan semua bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal – hal yang tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul SAW, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya” (Shahih Muslim hadits No.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yang baik dan bid’ah yang sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

3. Hujjatul Islam Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi).

Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat – buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya”. Hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan – kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau SAW : “semua yang baru adalah Bid’ah, dan semua yang bid’ah adalah sesat”, sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan bid’ah yang tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105).

Dan berkata pula Imam Nawawi : “Bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu bid’ah yang wajib, bid’ah yang mandub, bid’ah yang mubah, bid’ah yang makruh dan bid’ah yang haram.

Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil – dalil pada ucapan – ucapan yang menentang kemungkaran. Contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku – buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren. Dan Bid’ah yang mubah adalah bermacam – macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa “inilah sebaik – sebaiknya bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala Shahih Muslim Juz 6 hal 154-155).

4. Pendapat Hujjatul islam Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah

Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun Makhsush”, (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yang Menghancurkan segala sesuatu” (QS. Al-Ahqaf : 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (atau pula ayat : “Sungguh telah KU-pastikan ketentuan-KU untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” (QS. Assajdah : 13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul SAW) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

Kemudian bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para Muhaddits dan para Imam maka mestilah kita berhati – hati darimanakah ilmu mereka? Berdasarkan apa pemahaman mereka? atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai derajat Hafidh atau Muhaddits? atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa – fatwa para Imam?

(Sebagian besar diambil dari tanya jawab dengan Habib Munzir Al Musawwa)

 Sumber : mushollarapi.blogspot.com/2011/09/memahami-bidah-hasanah-dan-bidah.html

15 thoughts on “MEMAHAMI BID’AH HASANAH DAN BID’AH DHOLALAH”
  1. Penulis tdk bisa membedakan antara bid’ah, krmungkaran dan maksiat.
    Memangnya anda lebih baik dari Nabi, krn anda lebih banyak melakukan “kebaikan” dalam agama di banding jaman nabi.
    Maksud memulai kebaikan dlm hadis di atas tentu ama perbustanl manusia sebagai khalifah di bumi. Dalam Islam perayaan itu sdh ditentukan. Kalo setiap yg anggap anda baik, maka rusaklah agama ini. Ingat syetan juga menggoda manusia dg apa yg dianggap manusia hal baik. masih banyak sunnah shahih yg belum sanggup kita laksanakan, belajara bahasa arab misalnya, agar kalo baca quran tahu artinya. Lho ini kan aneh, umat dibiarkan tidk nngerti Al Quran, sementara malah dijejali amalan “bid’ah hasanah”.

  2. Blog macam apa ini??? Sdah jelas”nya “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa mengada-ngada sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami, padahal kami tidak perintahkan, maka hal itu tertolak.” hr muslim 3242,

    Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” Kemudian beliau bersabda: “Aku lebih utama bagi setiap muslim daripada dirinya sendiri. Adakah bid’ah hasanah?

    1. Assalamu alaikum. kita kembalikan kpada para ulama yang berhak memutuskan.

      Ana tanya sedikit. antum tau baca quran dari mana?
      klau ana dri buku iqra, yg tdk d ajarkan rasulullah. bid’ah kan, tpi hazanah. Kan Rasulullah buta huruf

  3. Afwan,
    Apakah tahlilan dicontohkan oleh Rasulullah dan 4 khilafah, atauhkah itu sebuah kebiasaan masa Hindu yg percaya dengan hitungan2 40,1000 hari setelah wafat?apakah diperbolehkan perbuatan yg menyerupai sebuah kaum non muslim dalam hal ibadah.
    Tetapi Muslim,bisakah Qt berhenti sejenak debatkan bidah,Wahabi,Aswaja karena khawatir hal ini bisa menceraiberaikan kaum Muslim,fokuslah pada apa yg dapat menguatkan agama kita dengan demikian Islam akan semakin jaya dan saudara 2 Qt d belahan dunia manapun dapat Qt bantu biidznillah

    1. Jgn baca Al-Qur’an yg pake baris karena hal tsb tidak ada dizaman Nabi. Jgn buka puasa dgn kolak, bubur karena Nabi berbuka dgn kurma, jgn pake hadits shahih dan dhaif dll karena hal tsb tidak ada dizaman nabi. Silakan naik onta kalau naik haji karena rasulullah kemana mana naik onta.

    2. @ Dahron. Kalo naik pesawat bid’ah berarti naik becak,naik motor, naik mobil, makan nasi, ketupat, bala-bala, tahu dll juga bid’ah, semua tidak ada dijaman Rosulullah saw lalu bid’ah yg mana yang diancam masuk neraka?

  4. saya akan memberikan refrensi dri firman Allah mengenai bid’ah 33:36
    24:51
    6:116
    2:170
    7:176
    selebih nya buka sendiri

  5. yang tidak setuju bid’ah hasanah ya sudah, asal jangan mencela saudara kita yang lain

    orang kalau baru belajar agama ya begitu dikit-dikit komentar TBC “Tahayul Bid’ah Curafat” (khas Wahabi bin salahfi pengikut Muhammad bin Abdul Wahab ).

    Belajar aja lagi yang banyak ya, kalau baru baca 1 kitab jangan petantang – petenteng

    sahabat Umar bin Khatab yang kata nabi “kalaulah ada nabi setelahku pastilah Umar orangnya”

    shalat tarawih 23 rakaat itu inisiatif Umar
    Umar bin khatab sendiri mengakui bahwa dia telah membuat bid’ah, tapi bid’ah yang hasanah

    beliau senantiasa bersama nabi, dapat ilmu langsung dari nabi.

    lha kalian siapa? dapat ilmu dari mana? paling juga baca buku.

  6. Buat yg anti bid’ah hasanah, pelajari dulu 2 hal:
    1. Ibadah Mahdhoh.
    2. Ibadah Ghoiru Mahdhoh.

    Setelah anda faham 2 hal tsb silakan lanjutkan dgn kaidah ushul fiqh “lil wasail hukmul maqhoshid”.

  7. Membaca ayat kursi dilanjutkan membaca surat yasin dan surat an nas sebelum masuk toilet berarti boleh? Semua bacaaan baik dan tidak ada larangan. Mohon penjelasan.

  8. capek, berdebat urusan ini. di jaman wali songo di jawa sudah ada perdebatan gini antara sunan ampel dan sunan lain. intinya selalu akan ada yang pro dan kontra, yang pro ya dilakukan saja karena dasarnya baik, yang kontra juga jangan mencela, karena tujuan kita sama, Allah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *